Semua orang pasti pernah mengalami kejadian yang unik dan berkesan yang tak bisa dilupakan. Murtad??? pernahkan anda murtad secara lisan???jika anda penasaran bagaimana sih murtad secara lisan itu???yuk baca cerpen saya berikut ini....semoga bermanfaat...
http://www.4shared.com/office/5-E-vm0D/MURTAD_SECARA_LISAN.html
Kamis, 10 Januari 2013
Rabu, 09 Januari 2013
Sejarah Perekonomian Pada Masa Awal Persentuhan dengan Bangsa Eropa
bila anda membutuhkan artikel penelitian tentang Sejarah Perekonomian Pada Masa Awal Persentuhan dengan Bangsa Eropa,,yuk download di link ini,,,semoga bermanfaat......
http://www.4shared.com/office/gDt0L3Zi/Kelompok_Ekonomi.html
Kamis, 25 Oktober 2012
EKPLOITASI INDUSTRI BURUH TAMBANG BATU BARA OMBILIN DI MINANGKABAU TAHUN 1891-1927
sedikit berbagi materi tentang sejarah indonesia baru....semoga bermanfaat...:)
Fenomena dalam
DuniaTambang Batu Bara di Minangkabau
Kedatangan Belanda ke wilayah
Minangkabau telah membawa berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat.
Perubahan yang terjadi itu meliputi berbagai bidang, seperti pendidikan,
politik, dan ekonomi. Dalam bidang pendidikan, pemerintah kolonial Belanda
memperkenalkan sistem pendidikan barat. Hal itu ditandai dengan berdirinya
Sekolah Raja pada tahun 1873 di Bukittinggi.’ Kehadiran itu merupakan awal
persentuhan masyarakat Minangkabau dengan dunia intelektual Barat. Hal yang
terpenting dari kehadiran pendidikan Barat itu adalah munculnya ide tentang
kemajuan., Ide kemajuan yang datang dari barat kemudian menjadi pusat konflik
intelektual tentang bermacam subjek, seperti adat dan agama.
Penguasaan Belanda dalam bidang politik
dan ekonomi berlangsung secara bersamaan di Minangkabau. Dalam bidang politik, sejak
kekalahan Minangkabau dalam Perang Paderi tahun 1837 praktis Minangkabau berada
di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Untuk mencapai tujuan
politiknya, pemerintah kolonial Belanda mematahkan pengaruh pemimpin Paderi,
yang memiliki kemampuan besar untuk mengerahan perlawanan orang Minangkabau
terhadap tuntutan Belanda. Setelah kekuasaan Paderi dipatahkan, Belanda pun
berhasil menguasai Minangkabau yang meliputi wilayah pantai (Padangnsche
Benendenlanden) dan wilayah pedalaman (Padangsche Bovenlanden). Kekuasan itu juga kemudian diikuti
penguasaan pemerintah kolonial Belanda dalam bidang ekonomi.
Penemuan penting dari ekspedisi Belanda
ke daerah ini adalah batu bara. Ekspedisi itu dipimpin oleh Groot yang
menemukan batu bara pertama di Padang Sibusuk, yang terletak 20 km dari Ombilin pada tahun
1858. Ekspedisi yang dirintis oleh Groot kemudian diikuti oleh Greve yang
menemukan batu bara yang terdapat di Ombilin Sawahlunto pada tahun 1868.
Berdasarkan kekayaan batu bara yang
diperkirakan terdapat di Ombilin itu, pemerintah kemudian berkeinginan
menanamkan modalnya. Dalam konteks inilah penemuan batu bara Ombilin beserta
masalah buruh tambang batu bara Ombilin Sawahlunto, Sumatra Barat 1891-1927
dijadikan sebagai tema sentral dalam penulisan ini. Penemuan batu bara kemudian
membawa perubahan penting dalam tatanan ekonomi penduduk Minangkabau, terutama
terbukanya kesempatan bekerja sebagai buruh. Dalam perkembangannya pertambangan
batu bara Ombiin tidak hanya menggunakan buruh lokal, tetapi juga mendatangkan
buruh dari luar melalui berbagai cara, seperti kontrak dan paksa..
Keberadaan buruh pribumi dapat dibedakan
dalam bentuk ikatan, yaitu buruh paksa, buruh kontrak, dan buruh bebas. Buruh
paksa (dwangerbeiders) diambil
dari orang-orang hukuman di berbagai penjara di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi.
Buruh kontrak (contrackoelies) didatangkan dari Penang, Singapura, dan Jawa.
Buruh bebas (vrije arbeiders) berasal
dari penduduk Minangkabau. Kehidupan ketiga kelompok buruh itulah yang
dijadikan sebagai inti dar ipenulisan ini.
Kehidupan
buruh tambang batu bara Ombilin antara tahun 1891 sampai tahun
1927, terutama buruh paksa, buruh kontrak, dan buruh bebas. Selama periode itu,
akan dicoba dibahas secara seksama beberapa persoalan pokok yang melingkupi
kehidupan buruh, seperti rnasalah pengerahan buruh, kehidupan sosial, ekonomi
dan sosial politik buruh tambang.
Masalah pengerahan buruh menyangkut pola
yang ditempuh oleh pihak perusahaan tambang batu bara Ombilin untuk
mendatangkan buruh ke Sawahlunto. Buruh dikerahkan dengan berbagai cara,
seperti memanfaatkan orang-orang tahanan sebagai buruh paksa, mengerahkan
buruh kontrak Cina dari Penang dan Singapura, mendatangkan buruh kontrak dari
Jawa, dan menggunakan orang Minangkabau sebagai bunuh bebas. Dari pengerahan buruh
seperti itu akan terlihat beragamnya asal-usul buruh yang bekerja pada tambang
batu bara Ombilin Sawahlunto.
Setiap tahunnya terjadi arus keluar
masuk buruh tambang. Dengan demikian, setiap tahun pula perusahaan tambang batu
bara Ombilin mendatangkan buruh dari berbagai tempat. Sebagai contoh adalah
pada tahun 1914. Dalam buku tahunan tambang dikemukakan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja pada tambang, penusahaan tambang batu bara Ombilin
menerima buruh terdiri atas sebanyak 1625 buruh kontrak, dan 1040 orang tenaga
kerja paksa. Persoalan yang menarik adalah bagaimana cara-cara yang ditempuh
oleh perusahaan tambang batu bara Ombilin untuk mendatangkan Pasokan tenaga
buruh ke tambang batu bara Ombilin disuplai melalui berbagai pola. Setiap pola memiliki
perbedaan. Perbedaan pola pengerahan buruh akan melahirkan tingkatan. Hal yang
akan menarik untuk dikaji adalah sejauh mana perbedaan yang terdapat dan apakah
perbedaan-perbedaan itu memicu konflik antarsesama buruh ataupun antara buruh
dengan pihak perusahaan.
Gambaran perbedaan kehidupan buruh akan
dilihat dari beberapa kelompok buruh. Perbedaan yang mencolok terlihat darl
sistern kontrak seperti buruh paksa, buruh kontrak, dan buruh bebas. Akan lebih
menarik untuk dikaji jika kita rnembandingkan setiap sistem kontrak itu dengan
upah dan jaminan sosial serta masalah hak asasi buruh yang diterima buruh
tambang sesuai dengan ikatan kontrak yang dibuat oleh buruh dengan pihak
perusahaan.
Masalah upah sering menjadi pemicu
keresahan di kalangan buruh. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah masalah itu
juga dihadapi oleh buruh tambang batu bara Umbilin. Dalam melihat masalah sosial ekonomi buruh, khususnya
masalah upah buruh tambang batu bara Ombilin adalah sejauh mana masalah upah
berpengaruh terhadap kehidupan sosial politik buruh. Contoh yang menonjol
adalah apakah keterlibatan buruh tambang batu bara Ombilin dalam pemberontakan
1927 disebabkan oleh masalah upah atau faktor-faktor sosial, ekonomi, dan
politik lainnya.
Secara ideal, dalam hubungan buruh
dengan majikan haruslah terdapat keseimbangan keseimbangan dalam pembagian
pendapatan. Menyimak hubungan yang ideal antara buruh dengan majikan,
menariklah gagasan yang dikemukakan Hendry Ford, yaitu “semakin banyak upah
yang diberikan kepada buruh, semakin banyak yang dapat dibelinya dari Anda, dan
merupakan keuntungan besar yang Anda raih.” Buruh juga akan menghargai
aturan-aturan ekonomi yang ada karena adanya keuntungan yang diberikan oleh
majikan kepada mareka. Hubungan yang ideal antara buruh dengan majikan, menurut
Ford, adalah dengan adanya keuntungan yang diperoleh buruh, hal itu semakin
baik bagi perusahaan karena loyalitas dan semangat kerjanya semakin tinggi.
Bertitik tolak dari pernyataan tersebut,
bagaimana perhatian yang diberikan oleh pihak perusahaan tambang terhadap buruh
dapat dikaji berbagai hal lainnya di kalangan buruh. Sebagai contoh adalah
bahasan mengenai keterlibatan buruh dalam berbagai gejolak, mogok, keresahan
dan pemberontakan buruh. Dalam konteks ini faktor-faktor yang menyebabkan
buruh tambang batu bara Ombilin Sawahlunto telibat dalam peristiwa
pemberontakan PKI tahun 1927 di Silungkang menarik untuk dikaji. Dalam
peristiwa pemberoutakan PKI di Silungkang itu, banyak buruh tambang batu bara
yang terlibat.
Pengerahan Buruh Tambang Batu Bara
di Minangkabau
Sejak berlangsungnya sistem tanam paksa
di Minangikabau, pengerahan buruh untuk dipekerjakan pada perkebunan sudah
menjadi persoalan besar. Dibandingkan dengan di Jawa misalnya, pasokan buruh
pada perkebunan dapat dipenuhi dan penduduk yang berada di sekitar perkebunan
maupun dari pemilik tanah yang diwajibkan bekerja sebagai konsekuensi dari
kemilikan tanah itu. Sebaliknya,
di Minangkabau justru terdapat kesulitan dalam
pengerahan buruh, khususnya tambang batubara, yang disebabkan jarangnya
penduduk dan juga penduduk setempat tidak memenuhi persyaratan untuk bekerja
sebagai buruh pertambangan, seperti fisik mereka lemah.
Persoalan lainnya adalah minat kerja penduduk. Penduduk Minangkabau tidak
memiliki minat yang besar untuk bekerja sebagai buruh. Mereka hanya mau bekerja dalam waktu tertentu saja, seperti masa ketika mereka tidak
turun ke sawah. Bagi penduduk
Minangkabau, pilihan bekerja
sebagai buruh tambang batu bara hanya dijadikan sebagai pekerjaan
sambilan saja. Dalam kondisi
itu, pihak Perusahaan tambang batu bara
tidak dapat mengerahkan buruh yang berasal dari penduduk
di sekitar areal pertambangan batu
bara.
Untuk
mengatasi kesulitan kebutuhan tenaga kerja, buruh didatangkan
dari luar Minangkabau. Hal itu terlihat pada masa sistem tanam paksa ketika
buruh dipekerjakan, seperti di perkebunan teh di Kerinci dan perkebunan
tembakau di Halaban. Dalam laporan yang ditulis oleh Stibe, ia memperkirakan bahwa
buruh yang didatangkan dari luar Minangkabau
dan bekerja di perkebunan berjurnlah 3.500 orang.
Persoalan sesungguhnya
adalah menyangkut pengerahan tenaga kerja. Hambatan pengerahan tenaga
kerja disebabkan sedikitnya jumlah penduduk yang mendiami Minangkabau.
Untuk mengantisipasi persoalan kebutuhan
terhadap buruh yang semakin besar, pengerahan buruh pun ditingkatkan. Langkah
yang dilakukan untuk mendapatkan buruh adalah pertama, mendapatkan buruh dari
masyarakat yang berada disekitar areal penambangna. Kedua, mendatangkan buruh
dari luar daerah itu, ketiga memperkejakan orang hukuman dengan status sebagai
buruh paksa.
Pengerahan buruh yang berasal dari
penduduk sekitar areal menambangan pada mulanya merupakan alternatif utama yang
diinginkan oleh pihak pemerintah. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan
pemerintah, pengerahan buruh seperti itu amat memungkinkan disebabkan taraf
ekonomi masyarakat areal penambangan yang relatif miskin.
Orang Minangkabau yang bekerja sebagai
buruh tambang berasal dari daerah lainnya, seperti dari Luhak Limo Puluh Koto
dan Luhak Tanah Data. Beberapa nagari yang penduduknya banyak bekerja sebagai
buruh tambang adalah dari Nagari Suliki, Taram, dan Piladang dari Luhak Limo
Puluh Koto, dan Nagari Koto Tuo, Sutumbuk, Supayang, dan Supatai dari Luhak
Tanah Data.
Mereka bekerja sebagai buruh pada
tambang batu bara Ombilin jauh dari kampung. Secara umum jarak antara Ombilin
dengan daerah tersebut sekitar 50 atau hingga lebih dari 100 km . dengan demikian akan
tergambar bahwa mereka sudah dirantau sehingga mereka dapat menentukan
kehidupan sendiri tanpa dikontrol oleh kaumnya.
Langkah penting yang diambil oleh pihak
perusahaan dalam pengerahan buruh tambang adalah dengan sistem tenaga kerja
paksa (dwangarbeiders) dan sistem tenaga kerja kontrak (cointractkoelies).
Tenaga kerja paksa dijalankan oleh pihak perusahan dengan memanfaatkan
orang-orang nyang menjalani hukuman di berbagia penjara sebagai buruh paksa.
Buruh paksa dikerahkan dari berbagai penjara pemerintah di Padang, Bukittinggi,
Jawa, Madura, Bali dan Makasar.
Eksploitasi Buruh Tambang Batu Bara di Minangkabau
Buruh lapangan yang bekerja pada tambang
batu bara Ombilin dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Ada kalanya pihak
perusahaan membutuhkan buruh lapangan dalam jumlah yang banyak, namun kadang
kala juga terjadi pemutusan hubungan kerja. Semua itu sangat tergantung pada
permintaan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri maupun yang diekspor.
Dalam perkembangan berikutnya, disamping pengerahan buruh ‘paksa’, pihak pemerintah juga
mengerahkan buruh dengan bentuk ikatan lainnya, seperti buruh kontrak dan buruh bebas. Buruh kontrak pertama kali bekerja pada perusahaan
tambang batu bara Ombilin pada tahun
1893. Buruh kontrak itu berasal dari
buruh kontrak Cina. Buruh kontrak dari
jawa mulai bekerja sejak tahun 1902. Pada tahun selanjutnya mereka mendominasi jumlah
buruh pada perusahaan tambang. Sejak saat itu, buruh kontraklah
yang menjadi tenaga utama untuk menggali batu bara.
Persoalan utama yang dihadapi pihak
perusahaan tambang dengan buruh kontrak Cina adalah mereka tidak memperpanjang
kontrak. Setelah masa kontrak habis, buruh Cina mencari pekerjaan lain seperti
berdagang. Hal itu tidak diinginkan oleh perusahan tambang karena pihak
perusahan telah mengeluarkan dana untuk
merekrut mereka.
Sedikitnya jumlah buruh Cina yang
meperpanjang kontrak membuat pihak perusahaan tambang batu bara Ombilin
mengeluarkan kebijakan tersendiri terhadap buruh Cina. Adapun kebijakan baru
yang diambil pihak perusahan adalah tidak dibuatnya kesempatan pengerahan buruh
Cina dari Penang, Malaysia. Dengan demikian, buruh Cina yang bekerja pada
tambang batu bara Ombilin hanya dalam satu masa kontrak dan kemudian
diputuskan. Bahkan sejak tahun 1987, buruh Cina hampir tidak ada lagi yang
bekerja pada perusahaan tambang batu bara Ombilin.
Persoalan ini akan berbeda dengan buruh
kontrak dari Jawa. Mereka umumnya melanjutkan kontrak kerja dengan pihak
perusahaan tambang. Mengamati perkembangan buruh kontrak dari tahun ke tahun.
Banyak diantara mereka bekerja sampai anak dan cucu mereka menjadi buruh
tambang di perusahaan itu.
Selain buruh paksa dan buruh kontrak,
pihak pertambangan juga merekrut buruh
yang bekerja secara bebas. Pengertian bebas dalam kontek ini adalah mereka bekerja sebagai buruh harian
dan tidak terikat dengan sebuah kontrak bekerja sebagaimana dengan buruh kontrak yang dibahas
sebelum ini. Apabila seorang buruh bebas ingin bekerja pada tambang batu bara Ombilin, mereka cukup melapor ke perusahaan dan
akan dapat langsung bekerja. Bidang pekerjaan yang dimasuki oleh buruh bebas tidak berbeda dengan buruh-buruh paksa ataupun buruh kontrak, yaitu
sebagai tenaga penggali dan
pengangkut batu bara dalam lubang penggalian.
Perubahan mencolok dalam komposisi buruh
kembali terjadi antara tahun 1914 sampai tahun 1918. Pada tahun itu jumlah
buruh paksa lebih banyak daripada buruh bebas dan buruh kontrak. Peningkatan
buruh paksa itu berkaitan dengan meningkatnnya jumlah orang hukuman sehingga
mereka diperkerjakan pada tambang batu bara Ombilin,. Pada tahun 1914-1918
buruh paksa berkisar 3029 orang sampai 3490 orang, sedangkan buruh kontrak 1535 orang sampai 1947 orang dan
buruh bebas 1887 orang sampai 2157 orang.
Jumlah buruh tertinggi pada tahun-tahun itu dipegang oleh buruh paksa. Buruh
bebas juga memperlihatkan kecenderungan meningkat dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Pada periode itu, buruh kontrak menjadi buruh yang
paling sedikit bekerja pada tambang batu bara Ombilin.
Pada tahun 1925 dan tahun 1926, terjadi
lagi penurunan jumlah buruh bebas. Buruh bebas hanya berjumlah 697 orang dan
985 orang. Pada hal, tahun-tahun sebelumnya berjumlah diatas 2000 orang.
Perubahan pada buruh bebas ini adalah sebagai pengaruh kondisi politik yang
berkembang saat itu. Masyarakat mulai tidak mau bekerja sebagai buruh tambang
karena pengaruh partai-partai politik yang berkembang di Sawahlunto. Partai
seperti Sarikat Rakjat telah berhasil berpropaganda untuk mempengaruhi buruh,
seperti diperlihatkan oleh buruh bebas.
Setelah terjadi pemberontakan 1927,
terjadi lagi perubahan jumlah buruh paksa. Pihak perusahaan membuat kebijakan
baru, yaitu secara berangsur-angsur jumlah buruh paksa yang bekerja pada
tambang batu bara Ombilin dikurangi. Penghapusan buruh paksa terjadi pada tahun
1933. Sebagai penggantinya, pihak
tambang kemudian meningkatkan perekrutan buruh kontrak dari jawa. Sejak itu,
dominasi buruh tambang batu bara Ombilin dipegang oleh buruh kontrak.
DAFTAR
PUSTAKA
Zubir, Zaiyardan. 2006.Pertemuran
Nan Tak Kunjung Usai: ” Ekploitasi Buruh Tambang Ombilin Oleh Kolonial
Belanda 1891-1927.Padang: Andalas University Press.
Harjono Djojodiharjo.
1993. “Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Batu Bara Indonesia: Status,
Peluang dan Tantangan”, Makalah Seminar. Yogyakarta: Tanpa penerbit.
Http://id.Wikipedia.Org.diakses tgl
29 Oktober 2011, jam 17.00 Wib.
Http://terazaman.BI ogspot.Com. diakses tgl 29 Oktober 2011, jam
17.00 Wib.
Http://www. Ar. ITB. Ac. Id. diakses tgl 29 Oktober 2011, jam
17.00 Wib.
KONSEP PENDIDIKAN ISRAEL dan PERSIA KUNO
1. KONSEPSI PENDIDIKAN DI PERSIA PADA MASA KUNO
(500-400 SM)
1.1 Pandangan Orang Persia
Terhadap Pendidikan
Lembah
Kerman Shah adalah suatu bukti dimasa lampau mengenai keberadaan manusia, yang
terjadi sekitar 5000 tahun yang lalu. Manusia tersebut adalah bangsa Persia,
bangsa persia itu sendiri merupakan keturunan dari bangsa Arya yang mengembara
hingga menetap di daratan Asia Barat. Sikap keagresifannya masih tertinggal
pada bangsa Persia, hal tersebut dapat dilihat dari sikapnya yang sering
merampas dan mengekspansi daerah-daerah sekitarnya, serta ingin menguasai
seluruh dunia.
Sebelum
kita berbicara mengenai pendidikan di Persia, ada baiknya kita mengetahui
bagaimana stuktur dan kebudayaan masyarakatnya. Masyarakat Persia mengenal
adanya strata sosial dikehidupan mereka, meskipun sistem kasta tersebut tidak
sekuat di India, akan tetapi sistem kasta tersebut masih terlihat sangat
menonjol dikehidupan masyarakat Persia.

Melihat struktur masyarakat dapat
disimpulkan bahwa sistem pendidikan yang
diterapakan adalah sistem idealis. Para kaum Aristokrat atau bangsaan
diwajibkan mengikuti pendidikan militer serta pendidikan fisik. untuk para kaum
Pendeta diberikan pendidikan mengenai keagamaan. Sedangkan
untuk kaum pekerja mempelajari
mengenai perdagangan, peternakan, perkebunan dan lain sebagainya.
Gender juga diperhatikan dalam pendidikan para orang-orang
Persia, kaum perempuan tidak diperbolehkan mengikuti sekolah formal seperti
yang dilakukan lelaki, perempuan hanya diberikan pendidikan mengenai
kerumahtanggaan dirumah-rumah mereka. Tidak seperti kaum lelaki yang
pendidikannya dapat diikuti di istana-istana maupun di rumah-rumah bangsawan.
Namun, pendidikan yang terpenting diawali dengan pendidikan keluarga untuk
semua golongan masyarakat. Pendidikan keluarga tersebut dimulai sejak masih
bayi sampai dengan umur 7 tahun, untuk anak lelaki mendapatkan pelajaran oleh
ibunya tanpa diketahui oleh ayahnya. Terdapat hubungan antara pendidikan
keluarga dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh negara.
1.2. Tujuan Pendidikan
Orang Persia
menganggap bahwa tujuan dari pendidikan adalah pembentukan serdadu yang kuat,
dari pada pendidikan budi pekerti dan pendeta. Rasa nasionalis telah membentuk
orang Persia untuk selalu memberikan pendidikan fisik dan militer kepada setiap
anak laki-lakinya agar mempunyai badan yang kuat dan skill perang sehingga
mampu menjaga keamanan Negara, selain itu adanya harapan untuk memiliki hak
materi. Itulah wujud dari tujuan pendidikan Persia kuno.
A.3. Jenis-Jenis
Pendidikan
Dalam masyarakat Persia diketahui ada tiga strata. Tingkatan yang paling utama adalah para
Bangsawan/Aristokrat, dibawahnya ada Pendeta dan yang paling bawah adalah
para kaum pekerja. Masing- masing strata ini memiliki perbedaan dalam
pembagia pendidikan.
1. Aristokrat
Para kaum Aristokrat atau bangsaan
diwajibkan mengikuti pendidikan militer serta pendidikan fisik. Yang bertujuan
untuk mengembangkan sifat tahan banting, pengorbanan diri dan pengekangan diri.
Anak lelaki diajarkan juga mengenai perburuan, mengendarai kuda, berenang.
Semua yang diajarkan berdasarkan ketahanan kemampuan yang diperlukan dalam
peperangan.
2.
Pendeta/Magi
Sendangkan untuk para kaum Pendeta
diberikan pendidikan mengenai keagamaan. Materi kemoralan dan pemahaman tentang
keagamaan sangat dipentingkan dalam kegiatan keagamaan, pendidikan moral itu
sendiri mengenai kebenaran, kejujuran, keadilan, perasaan terima kasih, dan
sebagainya melalui ajaran-ajaran Zoroastrianisme. Kedudukan magi ini juga
sangat penting karena para raja dan bangsawan sering mendatang mereka untuk
berkonsultasi.
3. Kaum Pekerja
Pada kaum kelas bawah diberikan sistem pendidikan vocational
training. Sistem pendidikannya mempelajari mengenai perdagangan, peternakan,
perkebunan dan lain sebagainya.
1.4.
Metode Pendidikan
Metode
pendidikan yang dilakukan orang Persia meliputi metode observasi, imitasi, dan
partisipasi. Selain itu ada metode magang yang hanya dipergunakan oleh kelas-kelas
rendah untuk kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan kaum pekerja.
1.5. Isi Pendidikan
Pendidikan
fisik dan kemiliteran, pengembangan pendidikan ini berupa latihan-latihan fisik
dan atlentik. Latihan-latihan fisik untuk mengembangkan sifat –sifat seperti
tahan menderita, pengorbanan diri dan pengekangan diri. Sedangkan untuk
latihan-latihan atlentik untuk mengembangkan kemampuan berlari, menembakkan
panah, melembar lembing, mengendarai kuda dan berenang. Semua latihan-latihan
dipraktekkan dan diajarkan langsung pada saat pendidikan berlangsung. Selain
itu ada pendidikan berupa skill perang seperti berburu, tahan dingin, tahan
lapar, pergi jauh, tidur ditempat terbuka, dan puas dengan makanan sederhana.
Pendidikan moral, pendidikan ini
bertujuan untuk mengembangkan sifat-sifat moralitas seperi kebenaran, keadilan,
perasaan terimakasih, keberanian, kesabaran, kejujuran, kerajinan dan kesucian.
Bukti adanya pengajaran moral beru kesucian ditemukan dalam tulisan-tulisan
Zend Avita (kitab suci orang parisi) yang meliputi :
a.
Vendidad,
merupakan kumpulan hokum dan cerita-cerita
b.
Visperad
merupakan kumpulan do’a-do’a dalam upacara ritual
c.
Yusna,
merupakan kumpulan lagu-lagu
Untuk
pengembangan isi pendidikan selanjutnya yaitu Pendidikan Magi. Yang dimaksud
dengan Magi adalah para pendeta yang memilki sifat bijaksana. Sistem pendidikan
ini berbeda dengan pendidikan kemiliteran an maril. Magi memiliki system
pendidikan sendiri. Seorang magi harus mampu belajar ilmu astronogi, hokum,
kedokteran disamping penguasaan ilmu Zend Avista. Para raja dan kaum bangsawan biasanya sering
mendatangi magi untuk melakukan konsultasi mengenai perihal penting seputar
kehidupan raja dan kaum bangsawan itu sendiri.
1.6.
lembaga Pendidikan
Lembaga
pendidikan yang diterapkan pada masa Persia kuno terbagi menjadi lembaga
pendidikan keluarga dan pendidikan Negara. Yang dimaksud pendidikan keluarga
adalah pendidikan yang dilakukan orang tua untuk mendidik anaknya pada usia
bayi hingga umur 7 tahun. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan terpenting
untuk semua golongan masyarakat di Persia.pendidikan agama dan moral yang
diajarkan ibunya kepada anak laki-laki sedangkan yang perempuan diajarkan
tentang pendidikan kerumahtanggaan. Namun setelah umur 7 tahun anak laki-laki
tetap memperoleh pendidikan agama dan moral dirumahnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan lembaga pendidikan Negara adalah pendidikan yang diberikan oleh negara
yaitu berupa pendidikan kemiliteran. Pendidikan ini mendapat pengawasan
langsung dari Negara, karena dianggap sebagai wujud pengabdian orang Persia
terhadap kebesaran dan kejayaan Negara. Pendidikan ini hanya diberikan kepada
anak laki-laki setelah usia 7 tahun.
Antara
pendidikan keluarga dengan pendidikan Negara memiliki hububgan kooperatif yang
saline mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, anak laki-laki yang sudah berumur
7 tahun wajib mengikuti pendidika kemiliteran. Sebelum usia 7 tahun anak
laki-laki tersebut dalam pendidikan kelurganya telah mendapatkan pendidikan
agama dan maril yang diajarkan ibunya di rumah. Isi pendidikan agama dan moril
mengajarkan tentang hal-hal kebaikan seperti
kesabaran, ketabahan, kesucian, keterampilan,kejururan dan perasaan
terimasih. Pendidikan agama dan moril ini secara tidak langsung akan
mempengaruhi perilakunya pada saat mengikuti pendidikan kemiliteran yang
dilakukan langsung oleh Negara.. Begitu pula dengan sebaliknya, anak laki-laki
yang tidak mendapat pendidikan agama dan moril semasa dia masih dibawah umur 7
tahun akan mempengaruhi perilakunya pula. Meskipun pada akhir tujuan pendidikan
adalah menciptakan keamanan, kebesaran dan kejayaan Negara. Dan perlu diketahui
pula bahwa pendidikan agama dan filsafat sangat sedikit dipelajari, hanya
orang-orang tertentu seperti Magi.
1.7.
Organisasi Pendidikan
Pembembangan
pendidikan oleh orang Persia tidak menggunakan suatu lembaga yang spesifik,
sekalipun pendidikan Negara ( latihan fisik kemiliteran). Untuk pendidikan
keluarga jelas dilakukan di rumah masing-masing. Sedangkan untuk pendidikan
latihan fisik dan kemiliteran dilakukan di istana-istana atau di rumah-rumah
kaum bangsawan.
Usia untuk
ketentuan pendidikan adalah dibawah 7 tahun memperoleh pendidikian keluarga
sedangkan usia 7 tahun hingga 20 tahun mempeoleh pendidikan dari Negara
(laitihan fisik kemiliteran). Pada umunya pendidikan banyak diberika kepada
anak laki-laki. Pada usia dibawah 7 tahun, anak laki-laki dan perempuan dididik
ibunya dirumah. Anak laki-laki mendapat pendidikan agama dan moril. Sedangakan
anak perempuan mendapat pendidikan kerumahtanggaan. Setelah umur 7-15 tahun,
anak laki-laki mendapat latihan fisik dan kemiliteran serta kepatuhan pada
orang-orang yang lebih tua. Pada usia ini, anak laki-laki dianggap sebagai
milik Negara untuk menunjukkan pengabdiannya terhadap Negara. Setelah usia 15
tahun, anak laki-laki menjalani masa pelayanan yang sebenarnya di lapangan
untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan keamanana, kebesaran serta
kejayaan Negara. Kemudian setelah usia 20 tahun, anak laki-laki tersebut sudah
dianggap mencapai kedewasaan penuh dengan segala hak-hak yang dimilikinya.
2.
KONSEPSI PENDIDIKAN DI ISRAEL PADA MASA KUNO (500-400 SM)
2.1 pandangan orang Yahudi
terhadap pendidikan
Berbicara mengenai Israel tidak lepas dari orang-orang Yahudi, orang Yahudi sendiri memiliki perjalan sejarah
yang sangat panjang dan penuh dengan kesulitan dimasa lalu. Dari perjalanan
awal mencari tanah kanaan yang sampai berganti-ganti pemimpin perjalanan,
hingga terakhir dipimpin oleh nabi Musa. Pada mulanya bangsa yahudi merupakan
bangsa pengembara, sampai pada akhirnya menetap dan mendirikan negara sendiri
yakni Israel, yang sebelumnya pernah menjadi seorang tawanan Persia dan Mesir,
dan di kembalikan ke Palestine dengan masih mendapat pengawasan dari Persia,
dan menjadi budak tawanan Mesir serta pada akhirnya dibebaskan oleh Musa 1250
BC, pembuangan ke babilonia 560 BC dan kehancuran oleh Titus 70AD.
Yahudi
tak hanya memiliki sejarah yang panjang mengenai perjuangan mereka mencari
tempat menetap seperti sekarng ini, akan tetapi juga memiliki sejarah
pendidikan yang sangat baik dan banyak bangsa-bangsa lain menganut sistem
pendidikan dari bangsa Yahudi diantaranya adalah:
a. Dasar konsepsi agama monotheisme
Yakni mengenal hanya satu tuhan yakni Yehovah, sebagai landasan pendidikn dan
kehidupan yang utama.
b. Dasar sistem etika
Sistem etika diambil dari hukum sepuluh atau tencommandments, yang
mengajarkan mengenai moralitas kehidupan.
c. Dasar literatur dari bible
Bible atau kitab suci menjadi rujukan yang utama, atau
pengarah untuk kehidupan sehari-hari. Jadi, untuk melangsungkan kehidupan
masyarakat menggunakan bible sebagai petunjuk arahnya.
Bangsa
yahudi
tidak mengenal adanya sisterm kasta seperti bangsa-bangsa yang lain. Akan tetapi menggunakan sistem pendidikan
Yahove atau ketuhanan, sistem ketuhanan tersebutlah yang mengontrol pendididkan
yang ada pada masyarakat Yahudi, yang bertujuan menjadikan seseorang menjadi
individu yang percaya dan patuh terhadap tuhan, menjaga keharmonisan serta
menuju negara yang agung. Dari situlah kesadaran berbangsa menjadi sanat kuat
dibading dengan Persia, maupun negara yang lain. Konsep penddikan tersebut
diberikan Musa kepada bangsa Yahudi bahwa Yahove merupakan Tuhan bangsanya yang
akan melindungi mereka apabila mereka patu dan taat terhadap apa yang
diperintahkan oleh Yahove.
Dasar
pendidikannya bersifat demokratis, karena tak adanya sistem kasta, semua orang
dianggap sama rata di mata Tuhan. Jenis dari pendidikanya sendiri menggabungkan
antara agama dengan kewarganegaraan. Menurut mereka patriotisme ditunjukan
dengan percaya terhadap Yhwe sama dengan cinta terhadap bangsanya, hal tersebut
dapat dikatakan sebagai pendidikan moralitas.
Tidak
seperti bangsa Persia, pendidikan diberikan berdasarkan strata sosial, dalam
pendidikan bangsa Yahudi diberikan sama rata tanpa memandang status sosialnya.
Bagi orang yahudi pendidikan sangatlah utama baik bagi seorang lelaki maupun
perempuan sekalipun. Seorang ibu bagi bangsa Yahudi menjadi tokoh utama didalam
kerumahtanggaan, seorang perempuan dididik segala kerumahtanggaan dan sedikit
pendidikan jasmani oleh ibunya. Pembelajaran yang diberikan didalam keluarga
pada umumnya mengenai musik, tari dna menyanyi. Dan dalam pendidikan formal
diajarkan membaca, menulis, dan berhitung.
2.2. Tujuan pendidikan
Pendidikan bagi orang yahudi bertujuan untuk membuat
individu menjadi hamba yang patuh dan penuh percaya kepada Tuhan yang hidup
(Yehovah). Pendidikan diarahkan pada kekuasaan Yehovah sendiri, pendidikan ini nantinya akan memunculkan rasa kesadaran
kehidupan bernegara menuju kebesaran dan keagungan sebagai bangsa pilihan.
Karena orang yahudi percaya bahwa apabila mereka patuh kepada bangsanya, secara
tidak langsung mereka patuh terhadap Yehovah.
2.3. jenis-jenis
pendidikan
Untuk menetapkan jenis pendidikan untuk orang – orang
yahudi sangatlah sulit, karena antara pendidikan agama dengan agama
kewarganegaraan secara praktis menjadi satu. Bagi mereka, agama merupakan
kesamaan patriotism terhadap Yehovah. Anggapan mereka setia kepada Yehovah
berarti setia pula pada bangsanya. Antara pendidikan agama dan kewarganegaraan
bisa dianggap sebagai pendidikan moril sebab semua adat istiadat dan hubungan
antara sesama diarahkan untuk kesejahteraan hidup bersama.
Pendidikan pekerjaan dianggap pendidikan paling
penting loleh orang – orang yahudi. Setiap ayah
bertugas untuk mengajarkan anak laki -
lakinya untuk berdagang. Kemudian untuk pendidikan kerumahtanggaan orang
– orang yahudi mengembangkan suatu kehidupan rumah tanggga yang indah. Hal ini
terlihat pada kedudukan ibu yang ditinggi dirumah serta menjadi pembantu ayah
untuk mendidik anaknya pada praktek upacara – upacara keagamaan. Disamping itu
ibu juga mengajarkan anak – anak perempuan untuk dilatih berbagai pekerjaan
rumah tangga. Pendidikan jasmani pada orang yahudi sangat sedikit yang
diberikan kepada anak - anak mereka.
Bagi orang yahudi pendidikan ditujukan kepada setiap
orang tanpa memandang status sosialnya sehingga pendidikan bersifat demokratis.
Pendidikan ditujukan kepada semua orang sebab semua orang sama dimuka yuhan
serta hulum ( datang dari tuhan belaku
untuk semua).
2.4. Isi Pendidikan
Awalnya pendidikan yang diajarkan meliputi sejarah orang
Yahudi dan hubunganya dengan Yehovah khususnya hokum yang berasal dari musa
(Toret dan Talmud) serta bagaimana interpretasinya. Selain itu orang – orang
yahudi mengajarkan ilmu lain seperti musik, menari dan menyanyi (khusus menari
diberikan anak perempuan). Pada abad ke-2 sebelum masehi orang – orang yahudi
mendirikan sekolah – sekolah. Disana anak- anak diajarkan membaca, menulis dan
brhitung.
2.5. Lembaga Pendidikan
Pendidikan keluarga pada awalnya merupakan satu – satunya
lembaga pendidikan bagi orang Yahudi. Dimana seorang ayah bertindak tidak hanya
sebagai pendeta namun bertindak sebagai guru dengan dibantu ibunya pada saat mengajarkan
pad anak – anaknya. Setelah orang –orang yahudi mengalami pembuangan ke Babylonia
para ahli – ahli alkitab selain bertugas sebagai penafsir hukum serta
mengajarkan agama dalam synagogue, mereka meiliki tugas lain untuk menjadi guru
di sekolah rakyat yang didirikan sekitar abad ke-2 sebelum masehi. Pendidikan
yang diajarka biasanya dikaitkan dengan pengajaran synagogue yang ada di desa
tempat sekolah itu berdiri, karena bagi orang Yahudi sekolah dengan synagogue
sama penting.
2.6. Metode Pendidikan
Metode yang dilakukan ada dua macam, untuk pendidikan
keluarga metode yang digunakan dengan cara lisan dan menghafal. Sedangkan untuk
pendidikan formal yang bagia kelas rendah menggunakan metode denagn cara lisan
dan menghafal pula sedangka untuk pendidikan tinggi metode yang digunakan
menerangkan, diskusi, dan debat baik dengan murid dengan mudid atau murid dengan gurunya. Hukum
badan juga mewarnai metode pendidikan bagi orang Yahudi. Hukum ini dianggap
sebagai cara mengontrol dalam proses belajar mengajar.
2.7. Organisasi Pendidikan
1.7.1. Pendidikan Keluarga.
Pada usia 0-7 tahun seorang anak belajar di
rumah, dengan ketentuan ayah bertindak sebagai guru dan pendeta dan Ibu
mengajarkan anak perempuannya. Menurut artikel Dr. Stephen Carr Leon tentang
pengamatannya di negara Yahudi selama 8 tahun, pendidikan dimulai tidak dari
sejak bayi tersebut lahir atau pada masa keemasan balita, akan tetapi sejak
bayi tesebut masih dalam kandungan. Sejak wanita Israel tersebut menyadari
dirinya hamil, maka calon ibu tersebut akan sering bernyanyi dan bermain piano,
serta berlatih matematika. Kedengaran sedikit aneh akan tetapi memiliki manfaat
dibaliknya, mengapa wanita hamil tersebut harus demikian, alansannya adalah
bernyanyi dan bermain piano akan mempengaruhi suasana hati bawaan seorang calon
anak didalam rahim, menimbulkan suasana tenang dan nyaman bagi calon ibu itu
sendiri. Alasan mengapa harus berlatih dan mengerjakan soal-soal matematika
tujuannya untuk mengembangkan kecerdasan otak calon bayi. Hal tersebut
dikerjakan sampai bayi tersebut terlahir. Selain itu saat cara makan juga
dijaga mengandung pun seorang ibu akan sering memakan ikan laut tanpa kepala,
alasan mengapa kepala ikan tersebut harus dibuang adalah didalam kepala ikan
mengandung zat kimia yang tidak baik dan dapat merusak perkembangan dan
penumbuhan otak anak didalam kandungan. Beberapa hal tersebut merupakan
kebiasan atau kebudayaan ibu-ibu yang sedang mengandung di negara Israel.
1.7.2.
Pendidikan
Formal.
Pendidikan formal biasanya diberikan
oleh seorang pendeta. Bersekolah dimulai dari umur 6-10 tahun, dimana pada usia
tersebut seorang anak diwajibkan pergi kesekolah dan belajar Toret (pentateuch). Pada usia 10-15
tahun anak belajar mengenai Mishna (bagian pertama dari kitab talmud). Pada
usia ke 15 tahun, anak mempelajari gemara (bagian kedua dari kitab talmud)
dengan suka rela.
Untuk pendidikan Tinggi seorang anak memiliki dua tahap
pendidikan:
a. Schools of prophets (sekolah nabi)
Mempelajari mengenai teologis serta hukum seni musik, syair
suci, prinsip kesucian, dan kejujuran.
b. Houses of introduction
merupakan pendidikan yang dilakukan dirumah para rabbi ternama untuk
memdidik para guru guna mempelajari segala bidang diarahkan dengan analisa
intesif toret dan Talmud. Selain itu, para guru-guru dilatih untuk bersifat bijaksana,
suci, murrah hati, kebenaran. Untuk ilmu astronomi, matematika, ilmu bumi,
bahasa asing diberikan pula untuk menghadapi perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Maheswara, A. 2010. Rahasia kecerdasan
Orang Yahudi. Yogyakarta : Punis Book Publisher.
Mansur, Dahlan,
dan M.Said. (1989). Mendidik dari Zaman ke Zaman. Jakarta: PT.Rajawali
Press.
M. Ngalim
Purwanto. (2002). Ilmu Pendidikan, Teoretis dan Praktis. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Tim Dosen Fip Ikip Malang, 2003. Pengantar
dasar-dasar pendidikan. Malang: Usaha Nasional.
Wilds, Elmer Harrison. Tanpa Tahun. Dasar-Dasar Teori Pendidikan
Jaman Kuno, Jaman Pertengahan, dan Bangsa Saracean (Arab). Terjemahan oleh
Sudarsono Sudirdjo. 1978. Malang : IKIP Malang.
Ismail. 2012. Perbandingan sistem Pendidikan di Negara Republik Islam
Iran dan Israel .(www.perbandingansistenpsndidikan), diaskses pada tangga 9 September 2012
pada jam 16: 32).
Khalid, Abdul. 2011. Belajar Dari Orang Yahudi, (www.belajardariorangyagudi-org), diakses pada tanggal 8 September 2012
pada jam 09:18).
Langganan:
Postingan (Atom)