1. KONSEPSI PENDIDIKAN DI PERSIA PADA MASA KUNO
(500-400 SM)
1.1 Pandangan Orang Persia
Terhadap Pendidikan
Lembah
Kerman Shah adalah suatu bukti dimasa lampau mengenai keberadaan manusia, yang
terjadi sekitar 5000 tahun yang lalu. Manusia tersebut adalah bangsa Persia,
bangsa persia itu sendiri merupakan keturunan dari bangsa Arya yang mengembara
hingga menetap di daratan Asia Barat. Sikap keagresifannya masih tertinggal
pada bangsa Persia, hal tersebut dapat dilihat dari sikapnya yang sering
merampas dan mengekspansi daerah-daerah sekitarnya, serta ingin menguasai
seluruh dunia.
Sebelum
kita berbicara mengenai pendidikan di Persia, ada baiknya kita mengetahui
bagaimana stuktur dan kebudayaan masyarakatnya. Masyarakat Persia mengenal
adanya strata sosial dikehidupan mereka, meskipun sistem kasta tersebut tidak
sekuat di India, akan tetapi sistem kasta tersebut masih terlihat sangat
menonjol dikehidupan masyarakat Persia.
Melihat struktur masyarakat dapat
disimpulkan bahwa sistem pendidikan yang
diterapakan adalah sistem idealis. Para kaum Aristokrat atau bangsaan
diwajibkan mengikuti pendidikan militer serta pendidikan fisik. untuk para kaum
Pendeta diberikan pendidikan mengenai keagamaan. Sedangkan
untuk kaum pekerja mempelajari
mengenai perdagangan, peternakan, perkebunan dan lain sebagainya.
Gender juga diperhatikan dalam pendidikan para orang-orang
Persia, kaum perempuan tidak diperbolehkan mengikuti sekolah formal seperti
yang dilakukan lelaki, perempuan hanya diberikan pendidikan mengenai
kerumahtanggaan dirumah-rumah mereka. Tidak seperti kaum lelaki yang
pendidikannya dapat diikuti di istana-istana maupun di rumah-rumah bangsawan.
Namun, pendidikan yang terpenting diawali dengan pendidikan keluarga untuk
semua golongan masyarakat. Pendidikan keluarga tersebut dimulai sejak masih
bayi sampai dengan umur 7 tahun, untuk anak lelaki mendapatkan pelajaran oleh
ibunya tanpa diketahui oleh ayahnya. Terdapat hubungan antara pendidikan
keluarga dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh negara.
1.2. Tujuan Pendidikan
Orang Persia
menganggap bahwa tujuan dari pendidikan adalah pembentukan serdadu yang kuat,
dari pada pendidikan budi pekerti dan pendeta. Rasa nasionalis telah membentuk
orang Persia untuk selalu memberikan pendidikan fisik dan militer kepada setiap
anak laki-lakinya agar mempunyai badan yang kuat dan skill perang sehingga
mampu menjaga keamanan Negara, selain itu adanya harapan untuk memiliki hak
materi. Itulah wujud dari tujuan pendidikan Persia kuno.
A.3. Jenis-Jenis
Pendidikan
Dalam masyarakat Persia diketahui ada tiga strata. Tingkatan yang paling utama adalah para
Bangsawan/Aristokrat, dibawahnya ada Pendeta dan yang paling bawah adalah
para kaum pekerja. Masing- masing strata ini memiliki perbedaan dalam
pembagia pendidikan.
1. Aristokrat
Para kaum Aristokrat atau bangsaan
diwajibkan mengikuti pendidikan militer serta pendidikan fisik. Yang bertujuan
untuk mengembangkan sifat tahan banting, pengorbanan diri dan pengekangan diri.
Anak lelaki diajarkan juga mengenai perburuan, mengendarai kuda, berenang.
Semua yang diajarkan berdasarkan ketahanan kemampuan yang diperlukan dalam
peperangan.
2.
Pendeta/Magi
Sendangkan untuk para kaum Pendeta
diberikan pendidikan mengenai keagamaan. Materi kemoralan dan pemahaman tentang
keagamaan sangat dipentingkan dalam kegiatan keagamaan, pendidikan moral itu
sendiri mengenai kebenaran, kejujuran, keadilan, perasaan terima kasih, dan
sebagainya melalui ajaran-ajaran Zoroastrianisme. Kedudukan magi ini juga
sangat penting karena para raja dan bangsawan sering mendatang mereka untuk
berkonsultasi.
3. Kaum Pekerja
Pada kaum kelas bawah diberikan sistem pendidikan vocational
training. Sistem pendidikannya mempelajari mengenai perdagangan, peternakan,
perkebunan dan lain sebagainya.
1.4.
Metode Pendidikan
Metode
pendidikan yang dilakukan orang Persia meliputi metode observasi, imitasi, dan
partisipasi. Selain itu ada metode magang yang hanya dipergunakan oleh kelas-kelas
rendah untuk kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan kaum pekerja.
1.5. Isi Pendidikan
Pendidikan
fisik dan kemiliteran, pengembangan pendidikan ini berupa latihan-latihan fisik
dan atlentik. Latihan-latihan fisik untuk mengembangkan sifat –sifat seperti
tahan menderita, pengorbanan diri dan pengekangan diri. Sedangkan untuk
latihan-latihan atlentik untuk mengembangkan kemampuan berlari, menembakkan
panah, melembar lembing, mengendarai kuda dan berenang. Semua latihan-latihan
dipraktekkan dan diajarkan langsung pada saat pendidikan berlangsung. Selain
itu ada pendidikan berupa skill perang seperti berburu, tahan dingin, tahan
lapar, pergi jauh, tidur ditempat terbuka, dan puas dengan makanan sederhana.
Pendidikan moral, pendidikan ini
bertujuan untuk mengembangkan sifat-sifat moralitas seperi kebenaran, keadilan,
perasaan terimakasih, keberanian, kesabaran, kejujuran, kerajinan dan kesucian.
Bukti adanya pengajaran moral beru kesucian ditemukan dalam tulisan-tulisan
Zend Avita (kitab suci orang parisi) yang meliputi :
a.
Vendidad,
merupakan kumpulan hokum dan cerita-cerita
b.
Visperad
merupakan kumpulan do’a-do’a dalam upacara ritual
c.
Yusna,
merupakan kumpulan lagu-lagu
Untuk
pengembangan isi pendidikan selanjutnya yaitu Pendidikan Magi. Yang dimaksud
dengan Magi adalah para pendeta yang memilki sifat bijaksana. Sistem pendidikan
ini berbeda dengan pendidikan kemiliteran an maril. Magi memiliki system
pendidikan sendiri. Seorang magi harus mampu belajar ilmu astronogi, hokum,
kedokteran disamping penguasaan ilmu Zend Avista. Para raja dan kaum bangsawan biasanya sering
mendatangi magi untuk melakukan konsultasi mengenai perihal penting seputar
kehidupan raja dan kaum bangsawan itu sendiri.
1.6.
lembaga Pendidikan
Lembaga
pendidikan yang diterapkan pada masa Persia kuno terbagi menjadi lembaga
pendidikan keluarga dan pendidikan Negara. Yang dimaksud pendidikan keluarga
adalah pendidikan yang dilakukan orang tua untuk mendidik anaknya pada usia
bayi hingga umur 7 tahun. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan terpenting
untuk semua golongan masyarakat di Persia.pendidikan agama dan moral yang
diajarkan ibunya kepada anak laki-laki sedangkan yang perempuan diajarkan
tentang pendidikan kerumahtanggaan. Namun setelah umur 7 tahun anak laki-laki
tetap memperoleh pendidikan agama dan moral dirumahnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan lembaga pendidikan Negara adalah pendidikan yang diberikan oleh negara
yaitu berupa pendidikan kemiliteran. Pendidikan ini mendapat pengawasan
langsung dari Negara, karena dianggap sebagai wujud pengabdian orang Persia
terhadap kebesaran dan kejayaan Negara. Pendidikan ini hanya diberikan kepada
anak laki-laki setelah usia 7 tahun.
Antara
pendidikan keluarga dengan pendidikan Negara memiliki hububgan kooperatif yang
saline mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, anak laki-laki yang sudah berumur
7 tahun wajib mengikuti pendidika kemiliteran. Sebelum usia 7 tahun anak
laki-laki tersebut dalam pendidikan kelurganya telah mendapatkan pendidikan
agama dan maril yang diajarkan ibunya di rumah. Isi pendidikan agama dan moril
mengajarkan tentang hal-hal kebaikan seperti
kesabaran, ketabahan, kesucian, keterampilan,kejururan dan perasaan
terimasih. Pendidikan agama dan moril ini secara tidak langsung akan
mempengaruhi perilakunya pada saat mengikuti pendidikan kemiliteran yang
dilakukan langsung oleh Negara.. Begitu pula dengan sebaliknya, anak laki-laki
yang tidak mendapat pendidikan agama dan moril semasa dia masih dibawah umur 7
tahun akan mempengaruhi perilakunya pula. Meskipun pada akhir tujuan pendidikan
adalah menciptakan keamanan, kebesaran dan kejayaan Negara. Dan perlu diketahui
pula bahwa pendidikan agama dan filsafat sangat sedikit dipelajari, hanya
orang-orang tertentu seperti Magi.
1.7.
Organisasi Pendidikan
Pembembangan
pendidikan oleh orang Persia tidak menggunakan suatu lembaga yang spesifik,
sekalipun pendidikan Negara ( latihan fisik kemiliteran). Untuk pendidikan
keluarga jelas dilakukan di rumah masing-masing. Sedangkan untuk pendidikan
latihan fisik dan kemiliteran dilakukan di istana-istana atau di rumah-rumah
kaum bangsawan.
Usia untuk
ketentuan pendidikan adalah dibawah 7 tahun memperoleh pendidikian keluarga
sedangkan usia 7 tahun hingga 20 tahun mempeoleh pendidikan dari Negara
(laitihan fisik kemiliteran). Pada umunya pendidikan banyak diberika kepada
anak laki-laki. Pada usia dibawah 7 tahun, anak laki-laki dan perempuan dididik
ibunya dirumah. Anak laki-laki mendapat pendidikan agama dan moril. Sedangakan
anak perempuan mendapat pendidikan kerumahtanggaan. Setelah umur 7-15 tahun,
anak laki-laki mendapat latihan fisik dan kemiliteran serta kepatuhan pada
orang-orang yang lebih tua. Pada usia ini, anak laki-laki dianggap sebagai
milik Negara untuk menunjukkan pengabdiannya terhadap Negara. Setelah usia 15
tahun, anak laki-laki menjalani masa pelayanan yang sebenarnya di lapangan
untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan keamanana, kebesaran serta
kejayaan Negara. Kemudian setelah usia 20 tahun, anak laki-laki tersebut sudah
dianggap mencapai kedewasaan penuh dengan segala hak-hak yang dimilikinya.
2.
KONSEPSI PENDIDIKAN DI ISRAEL PADA MASA KUNO (500-400 SM)
2.1 pandangan orang Yahudi
terhadap pendidikan
Berbicara mengenai Israel tidak lepas dari orang-orang Yahudi, orang Yahudi sendiri memiliki perjalan sejarah
yang sangat panjang dan penuh dengan kesulitan dimasa lalu. Dari perjalanan
awal mencari tanah kanaan yang sampai berganti-ganti pemimpin perjalanan,
hingga terakhir dipimpin oleh nabi Musa. Pada mulanya bangsa yahudi merupakan
bangsa pengembara, sampai pada akhirnya menetap dan mendirikan negara sendiri
yakni Israel, yang sebelumnya pernah menjadi seorang tawanan Persia dan Mesir,
dan di kembalikan ke Palestine dengan masih mendapat pengawasan dari Persia,
dan menjadi budak tawanan Mesir serta pada akhirnya dibebaskan oleh Musa 1250
BC, pembuangan ke babilonia 560 BC dan kehancuran oleh Titus 70AD.
Yahudi
tak hanya memiliki sejarah yang panjang mengenai perjuangan mereka mencari
tempat menetap seperti sekarng ini, akan tetapi juga memiliki sejarah
pendidikan yang sangat baik dan banyak bangsa-bangsa lain menganut sistem
pendidikan dari bangsa Yahudi diantaranya adalah:
a. Dasar konsepsi agama monotheisme
Yakni mengenal hanya satu tuhan yakni Yehovah, sebagai landasan pendidikn dan
kehidupan yang utama.
b. Dasar sistem etika
Sistem etika diambil dari hukum sepuluh atau tencommandments, yang
mengajarkan mengenai moralitas kehidupan.
c. Dasar literatur dari bible
Bible atau kitab suci menjadi rujukan yang utama, atau
pengarah untuk kehidupan sehari-hari. Jadi, untuk melangsungkan kehidupan
masyarakat menggunakan bible sebagai petunjuk arahnya.
Bangsa
yahudi
tidak mengenal adanya sisterm kasta seperti bangsa-bangsa yang lain. Akan tetapi menggunakan sistem pendidikan
Yahove atau ketuhanan, sistem ketuhanan tersebutlah yang mengontrol pendididkan
yang ada pada masyarakat Yahudi, yang bertujuan menjadikan seseorang menjadi
individu yang percaya dan patuh terhadap tuhan, menjaga keharmonisan serta
menuju negara yang agung. Dari situlah kesadaran berbangsa menjadi sanat kuat
dibading dengan Persia, maupun negara yang lain. Konsep penddikan tersebut
diberikan Musa kepada bangsa Yahudi bahwa Yahove merupakan Tuhan bangsanya yang
akan melindungi mereka apabila mereka patu dan taat terhadap apa yang
diperintahkan oleh Yahove.
Dasar
pendidikannya bersifat demokratis, karena tak adanya sistem kasta, semua orang
dianggap sama rata di mata Tuhan. Jenis dari pendidikanya sendiri menggabungkan
antara agama dengan kewarganegaraan. Menurut mereka patriotisme ditunjukan
dengan percaya terhadap Yhwe sama dengan cinta terhadap bangsanya, hal tersebut
dapat dikatakan sebagai pendidikan moralitas.
Tidak
seperti bangsa Persia, pendidikan diberikan berdasarkan strata sosial, dalam
pendidikan bangsa Yahudi diberikan sama rata tanpa memandang status sosialnya.
Bagi orang yahudi pendidikan sangatlah utama baik bagi seorang lelaki maupun
perempuan sekalipun. Seorang ibu bagi bangsa Yahudi menjadi tokoh utama didalam
kerumahtanggaan, seorang perempuan dididik segala kerumahtanggaan dan sedikit
pendidikan jasmani oleh ibunya. Pembelajaran yang diberikan didalam keluarga
pada umumnya mengenai musik, tari dna menyanyi. Dan dalam pendidikan formal
diajarkan membaca, menulis, dan berhitung.
2.2. Tujuan pendidikan
Pendidikan bagi orang yahudi bertujuan untuk membuat
individu menjadi hamba yang patuh dan penuh percaya kepada Tuhan yang hidup
(Yehovah). Pendidikan diarahkan pada kekuasaan Yehovah sendiri, pendidikan ini nantinya akan memunculkan rasa kesadaran
kehidupan bernegara menuju kebesaran dan keagungan sebagai bangsa pilihan.
Karena orang yahudi percaya bahwa apabila mereka patuh kepada bangsanya, secara
tidak langsung mereka patuh terhadap Yehovah.
2.3. jenis-jenis
pendidikan
Untuk menetapkan jenis pendidikan untuk orang – orang
yahudi sangatlah sulit, karena antara pendidikan agama dengan agama
kewarganegaraan secara praktis menjadi satu. Bagi mereka, agama merupakan
kesamaan patriotism terhadap Yehovah. Anggapan mereka setia kepada Yehovah
berarti setia pula pada bangsanya. Antara pendidikan agama dan kewarganegaraan
bisa dianggap sebagai pendidikan moril sebab semua adat istiadat dan hubungan
antara sesama diarahkan untuk kesejahteraan hidup bersama.
Pendidikan pekerjaan dianggap pendidikan paling
penting loleh orang – orang yahudi. Setiap ayah
bertugas untuk mengajarkan anak laki -
lakinya untuk berdagang. Kemudian untuk pendidikan kerumahtanggaan orang
– orang yahudi mengembangkan suatu kehidupan rumah tanggga yang indah. Hal ini
terlihat pada kedudukan ibu yang ditinggi dirumah serta menjadi pembantu ayah
untuk mendidik anaknya pada praktek upacara – upacara keagamaan. Disamping itu
ibu juga mengajarkan anak – anak perempuan untuk dilatih berbagai pekerjaan
rumah tangga. Pendidikan jasmani pada orang yahudi sangat sedikit yang
diberikan kepada anak - anak mereka.
Bagi orang yahudi pendidikan ditujukan kepada setiap
orang tanpa memandang status sosialnya sehingga pendidikan bersifat demokratis.
Pendidikan ditujukan kepada semua orang sebab semua orang sama dimuka yuhan
serta hulum ( datang dari tuhan belaku
untuk semua).
2.4. Isi Pendidikan
Awalnya pendidikan yang diajarkan meliputi sejarah orang
Yahudi dan hubunganya dengan Yehovah khususnya hokum yang berasal dari musa
(Toret dan Talmud) serta bagaimana interpretasinya. Selain itu orang – orang
yahudi mengajarkan ilmu lain seperti musik, menari dan menyanyi (khusus menari
diberikan anak perempuan). Pada abad ke-2 sebelum masehi orang – orang yahudi
mendirikan sekolah – sekolah. Disana anak- anak diajarkan membaca, menulis dan
brhitung.
2.5. Lembaga Pendidikan
Pendidikan keluarga pada awalnya merupakan satu – satunya
lembaga pendidikan bagi orang Yahudi. Dimana seorang ayah bertindak tidak hanya
sebagai pendeta namun bertindak sebagai guru dengan dibantu ibunya pada saat mengajarkan
pad anak – anaknya. Setelah orang –orang yahudi mengalami pembuangan ke Babylonia
para ahli – ahli alkitab selain bertugas sebagai penafsir hukum serta
mengajarkan agama dalam synagogue, mereka meiliki tugas lain untuk menjadi guru
di sekolah rakyat yang didirikan sekitar abad ke-2 sebelum masehi. Pendidikan
yang diajarka biasanya dikaitkan dengan pengajaran synagogue yang ada di desa
tempat sekolah itu berdiri, karena bagi orang Yahudi sekolah dengan synagogue
sama penting.
2.6. Metode Pendidikan
Metode yang dilakukan ada dua macam, untuk pendidikan
keluarga metode yang digunakan dengan cara lisan dan menghafal. Sedangkan untuk
pendidikan formal yang bagia kelas rendah menggunakan metode denagn cara lisan
dan menghafal pula sedangka untuk pendidikan tinggi metode yang digunakan
menerangkan, diskusi, dan debat baik dengan murid dengan mudid atau murid dengan gurunya. Hukum
badan juga mewarnai metode pendidikan bagi orang Yahudi. Hukum ini dianggap
sebagai cara mengontrol dalam proses belajar mengajar.
2.7. Organisasi Pendidikan
1.7.1. Pendidikan Keluarga.
Pada usia 0-7 tahun seorang anak belajar di
rumah, dengan ketentuan ayah bertindak sebagai guru dan pendeta dan Ibu
mengajarkan anak perempuannya. Menurut artikel Dr. Stephen Carr Leon tentang
pengamatannya di negara Yahudi selama 8 tahun, pendidikan dimulai tidak dari
sejak bayi tersebut lahir atau pada masa keemasan balita, akan tetapi sejak
bayi tesebut masih dalam kandungan. Sejak wanita Israel tersebut menyadari
dirinya hamil, maka calon ibu tersebut akan sering bernyanyi dan bermain piano,
serta berlatih matematika. Kedengaran sedikit aneh akan tetapi memiliki manfaat
dibaliknya, mengapa wanita hamil tersebut harus demikian, alansannya adalah
bernyanyi dan bermain piano akan mempengaruhi suasana hati bawaan seorang calon
anak didalam rahim, menimbulkan suasana tenang dan nyaman bagi calon ibu itu
sendiri. Alasan mengapa harus berlatih dan mengerjakan soal-soal matematika
tujuannya untuk mengembangkan kecerdasan otak calon bayi. Hal tersebut
dikerjakan sampai bayi tersebut terlahir. Selain itu saat cara makan juga
dijaga mengandung pun seorang ibu akan sering memakan ikan laut tanpa kepala,
alasan mengapa kepala ikan tersebut harus dibuang adalah didalam kepala ikan
mengandung zat kimia yang tidak baik dan dapat merusak perkembangan dan
penumbuhan otak anak didalam kandungan. Beberapa hal tersebut merupakan
kebiasan atau kebudayaan ibu-ibu yang sedang mengandung di negara Israel.
1.7.2.
Pendidikan
Formal.
Pendidikan formal biasanya diberikan
oleh seorang pendeta. Bersekolah dimulai dari umur 6-10 tahun, dimana pada usia
tersebut seorang anak diwajibkan pergi kesekolah dan belajar Toret (pentateuch). Pada usia 10-15
tahun anak belajar mengenai Mishna (bagian pertama dari kitab talmud). Pada
usia ke 15 tahun, anak mempelajari gemara (bagian kedua dari kitab talmud)
dengan suka rela.
Untuk pendidikan Tinggi seorang anak memiliki dua tahap
pendidikan:
a. Schools of prophets (sekolah nabi)
Mempelajari mengenai teologis serta hukum seni musik, syair
suci, prinsip kesucian, dan kejujuran.
b. Houses of introduction
merupakan pendidikan yang dilakukan dirumah para rabbi ternama untuk
memdidik para guru guna mempelajari segala bidang diarahkan dengan analisa
intesif toret dan Talmud. Selain itu, para guru-guru dilatih untuk bersifat bijaksana,
suci, murrah hati, kebenaran. Untuk ilmu astronomi, matematika, ilmu bumi,
bahasa asing diberikan pula untuk menghadapi perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Maheswara, A. 2010. Rahasia kecerdasan
Orang Yahudi. Yogyakarta : Punis Book Publisher.
Mansur, Dahlan,
dan M.Said. (1989). Mendidik dari Zaman ke Zaman. Jakarta: PT.Rajawali
Press.
M. Ngalim
Purwanto. (2002). Ilmu Pendidikan, Teoretis dan Praktis. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Tim Dosen Fip Ikip Malang, 2003. Pengantar
dasar-dasar pendidikan. Malang: Usaha Nasional.
Wilds, Elmer Harrison. Tanpa Tahun. Dasar-Dasar Teori Pendidikan
Jaman Kuno, Jaman Pertengahan, dan Bangsa Saracean (Arab). Terjemahan oleh
Sudarsono Sudirdjo. 1978. Malang : IKIP Malang.
Ismail. 2012. Perbandingan sistem Pendidikan di Negara Republik Islam
Iran dan Israel .(www.perbandingansistenpsndidikan), diaskses pada tangga 9 September 2012
pada jam 16: 32).
Khalid, Abdul. 2011. Belajar Dari Orang Yahudi, (www.belajardariorangyagudi-org), diakses pada tanggal 8 September 2012
pada jam 09:18).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar